Berupaya mengentaskan permasalahan pengelolaan sampah, salah satu dosen Telkom University, Fakultas Ilmu Terapan (FIT), Agus Ganda Permana, M.T., membuat sebuah produk berupa Incinerator, yaitu alat pengolahan limbah dengan proses pembakaran untuk mengurangi volume dan meningkatkan keamanan limbah.
Incinerator ini telah berhasil di implementasikan Desa Pagerwangi RW 11, Lembang, Bandung Barat. Agus Ganda mengatakan dirinya sudah mulai meneliti terkait incinerator sejak 2013 bersama Bandung Techno Park (BTP). Penelitian dilakukan bersama mitra internal (dosen dan mahasiswa) dan eksternal (industri).
“Kami melihat masalah sampah ini setiap tahunnya terus bertambah, padahal serapan teknologi di Indonesia sudah cukup baik. Kita perlu bisa memanfaatkan teknologi untuk penyelesaian masalah ini. Melalui alat ini (incinerator), kami harap proses penguraian sampah dapat segera dilakukan sehingga sampah tidak lagu menumpuk” ungkap Agus.
Kendala yang dihadapi oleh masyarakat Desa Pagerwangi adalah penumpukan sampah di TPS dan TPA, tidak seimbangnya volume sampah rumah tangga yang ada dengan jadwal pengangkutan membuat sampah menumpuk. Sehingga hadirnya incinerator ini dinilai dapat mengurai sampah lebih cepat.
Pengembangan produk dan incinerator ini juga mendapat perhatian dari industri, Direktur PT Galura Pajajaran Teknologi (GAPTEK). Dudung Rahmat, S.T., mengatakan bahwa adanya kerja sama antara PT GAPTEK dan BTP ini merupakan bentuk strategi inovasi industri yang melibatkan peranan akademisi.
“Ini merupakan incinerator pertama dari BTP yang akan dikomersialisasi oleh GAPTEK, kami harap produk yang kami beri nama New Energy Integrated System (NEIS) ini dapat menjadi alternatif solusi bagi masyarakat Desa Pagerwangi untuk memecahkan permasalahan sampah” ungkap Dudung.
Jadwal proses pengolahan sampah pada posko incinerator ini dilakukan Senin hingga Kamis, masyarakat dapat menyimpan langsung sampah di lokasi atau menunggu tim pengelola mengambil sampah ke rumah. Untuk iuran, tim pengelola menerapkan biaya Rp20.000 per bulan untuk satu Kepala Keluarga.
Sumber: Telkom University