Deskripsi
Opini publik merupakan kekuatan sosial yang telah lama memainkan peran sentral dalam membentuk arah kebijakan, budaya, hingga sistem nilai suatu masyarakat. Dalam konteks klasik, opini publik berkembang melalui forum-forum diskusi formal maupun informal, seperti dewan rakyat di Athena Kuno, balai kota di masa feodal, hingga kolom opini di surat kabar. Pola interaksi bersifat hierarkis, terbatas oleh ruang dan waktu, serta cenderung dimonopoli oleh elite atau kelompok terdidik. Namun, seiring masuknya teknologi digital ke ruang komunikasi publik, struktur ini mengalami pergeseran radikal. Internet menjadi pemantik utama transformasi, yang kemudian disusul oleh kehadiran media sosial. Dimulai dari mailing list dan web forum seperti Usenet, Kaskus, atau Kompasiana, publik mulai memiliki ruang alternatif untuk menyuarakan pendapat secara langsung. Tidak perlu lagi menunggu ruang redaksi media massa — siapa pun bisa menjadi produsen opini. Memasuki era media sosial, perubahan ini menjadi semakin masif. Platform seperti Facebook, Twitter, YouTube, dan Instagram menghadirkan komunikasi dua arah yang tak mengenal batas geografis maupun otoritas tunggal. Media sosial membuka keran partisipasi tak terbatas: semua orang dapat membagikan ide, membentuk opini, memengaruhi wacana, bahkan memobilisasi tindakan kolektif. Yang menarik, media sosial tidak hanya merepresentasikan pendapat, tetapi juga merekam emosi. Ketika seseorang menuliskan kekecewaannya terhadap layanan publik, menyuarakan dukungan terhadap gerakan sosial, atau sekadar membagikan kegelisahan pribadi atas isu nasional, yang terekam bukan hanya informasi verbal, tetapi juga nuansa afektif yang melatarbelakanginya. Dalam hal ini, media sosial telah bertransformasi menjadi ruang psiko-sosial digital — tempat di mana identitas, opini, dan emosi berinteraksi secara simultan. Hal ini menghadirkan tantangan sekaligus peluang. Tantangan karena volume dan keberagaman opini yang muncul sangat besar dan dinamis. Peluang karena data tersebut dapat dianalisis untuk memahami sentimen kolektif masyarakat secara real time, memberikan masukan bagi para pengambil kebijakan, pengusaha, dan peneliti sosial. Media sosial berperan bukan hanya sebagai sarana komunikasi, tetapi juga sebagai arena diskursif di mana opini masyarakat dibentuk, diperdebatkan, dan disebarluaskan. Di sinilah netizen membentuk persepsi kolektif tentang suatu isu: melalui retweet, komentar, hashtag, dan bahkan meme. Sifat terbuka dan partisipatif media sosial menciptakan ekosistem opini yang inklusif sekaligus tak terkontrol. Berbeda dengan media konvensional yang umumnya melalui proses penyuntingan, opini